Let it go…Perjalanan Kita masih Panjang


Let it go

Let it roll out off your shoulder

Don’t you know, the hardest part is over

Let it in

Let your clarity define you

In the end, we will only just remember how it feels

Le it slide

Let your troubles fall behind you

Let it shine

Till you feel it all around you

And I don’t mind, if it’s me you need to turn to

We’ll get by

It’s the heart that really matters in the end

Our lives are made in these small hours

This little wonder, these twists and turn of fate

Time falls away, but these small hours still remain

All of my regret, we’ll wash away somehow

And I can not forget the way I feel right now..

Pernahkah kita mendaki sebuah gunung, dimana kita menginginkan berada di puncaknya dan merasakan nikmatnya berada di puncak dunia. Begitu indah gunung itu jika dipandang dari kejauhan, begitu hijau, asri dan menyejukkan. Dan kita membayangkan betapa nikmat dan bangganya jika kita berada di puncaknya dan melihat begitu kecilnya benda-benda yang ada di bawah.

Suatu saat kita memutuskan untuk meraih keinginan kita itu dengan memulai langkah pendakian dari kaki gunung bersama beberapa orang teman. Pada awal pendakian, kita masih merasakan senangnya melakukan perjalanan ini, semangat dan tekad kita masih menggebu-gebu. Hingga mulailah kita masuk dalam hutan belantara, mulalilah semangat dan tekad kita diuji.

Dalam perjalanan itu kita menemui banyak rintangan, tidak sedikit kita jatuh tersungkur ke dalam lumpur atau semak hutan. Namun masih ada teman-teman kita yang membantu kita untuk berdiri kembali dan melanjutkan perjalanan. Mulailah gambaran indah gunung ini memudar, lelah rasanya kaki ini melangkah.

Tanpa kita sadari hal ini juga terjadi pada teman-teman seperjalanan kita, bahkan ada teman kita yang mengalami penurunan tekad yang sangat ekstrem. Hingga konflik ini bukan lagi antara kita dan medan pendakian tapi juga antara kita dan teman-teman seperjalanan kita. Dan terjadilah konflik hebat antara kita dengan beberapa orang teman kita, karena konflik ini maka terpecahlah kelompok kita.

Dari beberapa orang teman kita ada yang menyalahkan kita karena telah mengajak melakukan pendakian yang sia-sia ini, ada yang mengajak kita keluar jalur pendakian dan mencari jalan lain sebagai bentuk pelarian, ada yang tetap meneruskan jalan tanpa memperdulikan yang lain. Disaat keadaan lelah dan bingung ditengah perjalanan ini kita ditinggalkan oleh teman-teman kita. Lalu kemanakah kaki ini akan kita langkahkan?

Akumulasi rasa kecewa karena ditinggalkan, sakit hati karena disalahkan dan lelah menghinggapi jiwa kita. Pada saat-saat seperti ini mencari jalan lain sebagai pelarian merupakan pilihan paling menyenangkan. Namun hati-hati kawan, saat kita menyadari jalan yang kita pilih hanya sebuah pelarian maka akan sulit untuk mencari kembali jalur pendakian yang benar, jalur pendakian yang telah kita rencanakan untuk kita telusuri. Bahkan semakin lama kita menyadari jalan pelarian itu, semakin jauh kita dengan jalur pendakian.

Nah, sekarang jika kita cukup sadar untuk tidak mengambil jalan pelarian, apa yang harus kita perbuat. Hati ini sudah cukup sakit karena disalahkan dan kecewa karena teman kita terus saja berjalan tanpa memperdulikan kita. Cukup kuatkah kita untuk melanjutkan perjalanan? Atau kita berfikir kembali ke bawah lalu mencari gunung baru untuk kita daki, dengan bekal pengalaman mendaki gunung saat ini.

Apa yang harus kita lakukan?!

Kawan, pendakian kita ini masih panjang. Masih banyak hal-hal indah dan menarik yang akan kita temui dalam perjalanan kita menuju puncak gunung itu. Jadi, let it go, ikhlaskanlah. Ikhlaskanlah rasa sakit hati kita, rasa kecewa kita. Kadang kita terpaku hanya pada seseorang atau suatu kejadian saja. Pandangan kita seolah tertutup oleh kejadian yang membekas itu, tanpa menyadari bahwa ternyata masih banyak orang-orang disekeliling kita yang sayang dengan kita, yang mensupport usaha pendakian kita. Walaupun mereka tidak hadir secara fisik di samping kita.

Ikhlaskanlah kawan. Kalau tidak ada satu orang-pun yang mendukung kita dalam usaha pendakian ini, maka kita masih punya Allah SWT yang Maha Berkehendak. Dialah yang maha berkehendak, maka janganlah kita bergantung pada manusia, bergantunglah pada sekuat apa usaha kita dan sekuat apa kita merayu Allah SWT untuk berkata ”ya” pada kesuksesan kita.

Ingatlah kawan, orang-orang disekeliling kita hanya ada dibagian-bagian tertentu dalam episode hidup kita, mereka bukanlah pemeran utamanya yang selalu hadir dalam setiap episode hidup kita. Kita-lah pemeran utamanya, maka kitalah yang seharusnya menentukan arah hidup kita. Janganlah karena suatu hal atau seseorang kita menghentikan episode panjang hidup kita ini.

Jadi, apa yang harus kita lakukan?!

Let it go, ikhlaskanlah kejadian yang membekas itu dan lanjutkanlah perjalanan kita. Janganlah kita tenggelam dalam kegundahan hati kita dan mati didalamnya. Teruslah melangkah!

Kisah seorang “pedang Allah”

“Siapakah yang tidak mengenal Khalid bin Walid, seorang panglima besar yang belum pernah sekali-pun membawa kekalahan pada kaum Muslimin ketika beliau memimpin pasukan. Akan tetapi kemenangan-kemenangan gemilang ini mulai membawa sisi negatif, yaitu ketergantungan kaum muslimin kepada Khalid bin Walid. Melihat hal ini maka Umar bin Khaththab melakukan sesuatu untuk mengembalikan keyakinan kaum muslimin bahwa kemenangan itu datangnya dari Allah SWT bukan dari Khalid. Maka dari itu Umar mencopot jabatan Khalid sebagai panglima dan digantikan oleh Abu Ubaidah.

Setelah kejadian ini bukan berarti Khalid menjadi lemah tekadnya dan tak mau lagi berperang. Khalid sebagai seorang prajurit sama gagah dan tangguhnya dengan Khalid sebagai seorang panglima, tidak ada yang berkurang sedikitpun. Ketika Khalid ditanya mengenai hal ini, Khalid bin Walid menjawab ‘ Aku berjihad bukan karena Umar tapi karena Tuhannya Umar.’”

Begitulah Khalid bin Walid, cita-citanya bukanlah jabatan atau kekuasaan akan tetapi ke-syahidan-lah cita-citanya. Kita coba bayangkan perasaan Khalid ketika dicopot dari seorang panglima menjadi prajurit biasa, tanpa penjelasan apapun dari Umar. Bagaimana jika itu terjadi pada kita, yang ada pasti sakit hati.

Namun Khalid tidak lantas berhenti, Khalid tidak memusingkan hal itu, karena bukalah jabatan yang beliau cita-citakan. Beliau meng-ikhlaskan itu dan terus mengejar cita-citanya untuk menjadi seorang syuhada. Khalid tidak lantas larut dengan kekecewaannya dan keluar dari barisan jihad kaum muslimin. Karena Khalid tidak menggantungkan harapannya pada manusia, dalam hal ini Umar, tapi menggantungkannya pada Allah SWT. Lalu bagaimakah dengan kita?

Seperti syair lagu diatas, ikhlaskanlah dan  biarkanlah beban itu lepas dari pundakmu. Ketika kita sudah mampu melewati bagian terberatnya, maka kita akan mengenang perasaan kita saat itu menjadi sebuah kisah indah. Kisah yang akan menjadi pengalaman menarik untuk kita ceritakan pada anak cucu kita. So, Let it go!

Dan ketahuilah kawan, bahwa orang-orang yang kita sayangi, teman-teman kita, juga sedang melakukan pendakian yang sama. Mereka mengejar puncak gunung mereka sendiri. Tak malukah kita ketika teman-teman kita sudah sampai pada puncak gunung mereka, sedangkan kita masih terpaku ditengah perjalanan. Tak inginkah kita mencapai puncak gunung cita-cita kita dan kita akan bersahut-sahutan dengan teman-teman kita yang berada dipuncak gunung yang lainnya. Jadi, ayo kawan kita berjanji untuk bertemu dan bersahut-sahutan dari puncak gunung cita-cita kita masing-masing. Kamu dengan puncak gunungmu dan aku dengan puncak gunungku.

”Perjalanan kita masih jauh kawan, masih banyak hal indah yang akan kita temui didepan. Maka jangan hentikan langkah kita disini hanya karena suatu hal atau seseorang. Kalaupun kita harus berhenti kawan, maka kita berhenti karena Allah SWT yang meminta.”